Senin, 04 Maret 2013

Pak Menteri, Perkuat Dahulu Fondasi Kita!

Pak Menteri, Perkuat Dahulu Fondasi Kita!



Robby Prakoso. (Foto: dok. pribadi)
Robby Prakoso. (Foto: dok. pribadi)
BERBAGAI wacana tentang pendidikan terus dibeberkan oleh pihak Kementerian dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI, mulai dari wacana menghilangkan RSBI, SNMPTN, pendidikan gratis, dll. Tetapi sepertinya ada wacana yang perlu dibenahi yang tak kalah penting dari terobosan-terobosan di atas. Wacana itu adalah bagaimana melibatkan orangtua dalam kurikulum pendidikan. Ketika lahir, lingkungan mana yang kita masuki pertama kali? Dalam proses perkembangan, di mana Anda paling banyak bersosialisasi? Ketika kekurangan uang, kepada siapa Anda mengadu?

Tak usah terlalu muluk-muluk untuk menciptakan pendidikan ideal. Dalam sebuah konsep pembangunan, bagian mana yang ingin dibangun pertama kali? Bagian paling dekat tentunya fondasi. Seberapa kuat dan indah dinding atau atap dari rumah yang ingin dibangun, tetapi ketika gempa atau banjir menghadang yang identik dengan bencana di Indonesia, bagaimana? Apakah akan tetap kokoh?

Resolusi luar biasa yang dicanangkan Kemendikbud masih terlalu jauh untuk dilakukan, kenapa masih jauh? Ketika proses pembuatan atap, namun tidak diketahui seberapa beban dan atap yang dibuat, bagaimana fondasi akan kuat menahannya? Seperti itu juga pendidikan, ketika kurikulum yang semakin berat dan padat akan diterapkan, namun kurikulum “pendidikan di rumah” tidak berimbang akan sama saja bohong.

Baru-baru ini, kejadian yang sangat memalukan terjadi ketika kasus kematian seorang anak dengan inisial RI menyeruak. RI meninggal akibat pemerkosaan oleh sang ayah kandung. Kenapa bisa seperti ini? Kejadian ini telah menjadi perhatian seantero Indonesia dan memberikan tamparan kepada kita semua serta menunjukkan perlunya sebuah rumusan untuk kurikulum “pendidikan rumah”. Kurikulum ini diperankan oleh orangtua murid agar mampu mensinergikan antara kegiatan di rumah dan di sekolah. Pendidikan anak usia dini, kurikulum pendidikan 2013, dan wajib belajar Sembilan tahun memang ampuh, tetapi lebih ampuh lagi ketika orangtua mampu menerapkan kurikulum “pendidikan rumah” untuk anak-anak mereka.  Mari sinergikan kurikulum “pendidikan rumah” dan kurikulum pendidikan sekolah!

Robby Prakoso
Mahasiswa Universitas Andalas, Padang
Ketum UKM Penalaran.

Sumber: Okezone.com